Kredit Mikro Berbasis Kepercayaan
Posted by Unknown
Posted on 08.20
with No comments
( Berita Daerah - Nasional )Cerita keberhasilan Grameen Bank telah menjadi inspirasi bagi berbagai negara dan perusahaan skala besar untuk melakukan CSR (Corporate social responsibility) pada mitra binaannya. Prof Muhammad Yunus sebagai pencetus tidak sungkan untuk membagikan keberhasilannya dalam usaha pemberian kredit mikro kepada rakyat miskin dan kaum dhuafa. Presiden SBY pernah bertemu dengan Prof Muhammad Yunus (MY), penerima Nobel Perdamaian 2006 asal Bangladesh dalam Asia-Pacific Regional Microcredit Summit 2008 di Bali. Dari pembicaraan mereka berdua Intinya, membicarakan tentang langkah-langkah teknis dan kegiatan-kegiatan nyata untuk mengurangi kemiskinan, terutamanya melalui pemberian kredit mikro.
Asia-Pacific Regional Microcredit Summit ini diikuti sekitar 700 delegasi dari 60 negara di Asia Pasifik dan dunia. Para delegasi mewakili pengusaha mikro, institusi keuangan mikro, bank dan aktivis keuangan mikro. Tema utama dari pertemuan ini adalah meraih orang-orang miskin, meraih dan memberdayakan perempuan, membangun institusi keuangan yang mandiri, dan memastikan positif efek dalam kehidupan para keluarga miskin dan keluarganya.
Saya teringat kembali dengan buku karya MY (1997) berjudul Banker to the Poor: Micro-Lending and the Battle Againts World Poverty. Buku ini secara rinci menceritakan bagaimana MY memulai Grameen Bank dari sebuah proyek percontohan tahun 1976 di desa Jebra dekat kampus Chittagong University, di mana MY mengajar. Penduduk miskin Jebra inilah yang mengilhami MY tentang bagaimana pemberian kredit ke kaum papa bukanlah suatu yang mustahil, bahkan mampu berperan memotong lingkaran setan kemiskinan.
Teori lingkaran setan kemiskinan (vicious circle of poverty) karya Ragnar Nurkse mengajarkan bahwa adanya keterbelakangan, ketidaksempurnaan pasar, dan kurangnya modal menyebabkan rendahnya produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pendapatan yang mereka terima. Rendahnya pendapatan berimplikasi pada rendahnya tabungan dan investasi. Rendahnya investasi berakibat pada keterbelakangan, dan seterusnya seperti lingkaran yang tidak berujung. Fenomena kemiskinan struktural dan kultural semacam ini menggambarkan bagaimana kaum miskin tetap miskin karena dia miskin, dan demikian terus berlaku secara turun-temurun tanpa menemukan jalan keluar.
Si miskin juga tetap makin terjerat dalam ‘kubangan kemiskinan’ karena mereka mendapatkan pinjaman uang dari pelepas uang (lintah darat), mindring, atau perantara, yang menagih cicilan dan bunga tinggi. Buku MY menceritakan secara lugas bagaimana ‘metodologi’ dan ‘cara kerja’ Grameen Bank mampu membantu si miskin dengan ‘kredit mikro’. Intinya adalah bagaimana memberdayakan si miskin dengan usaha mandiri, self-employment, dan percaya bahwa si miskin selalu dapat membayar kembali pinjamannya. Kendati kredit mikro bukan obat ajaib untuk melenyapkan kemiskinan, namun kekuatan kredit mikro dapat membantu kaum dhuafa untuk memulai usaha sendiri atau memperluas usaha bisnisnya. Ciri utama Grameen Bank: pertama, menggunakan prinsip tanpa surat perjanjian (paperless). Kedua, kepercayaan adalah hal utama dan dalam pelaksanaannya tidak ada pemberlakuan sanksi. Ketiga, Grameen Bank bertujuan untuk membuat sistem perbankan yang adil, prorakyat miskin dan properempuan.
Metode yang digunakan Grameen Bank ini berupa group lending, group sanction atau collateral. Berbeda dengan sistem dan prinsip bank konvensional, cara kerja Grameen Bank melalui pemberian kredit kepada orang miskin, yang sebagian besar tidak berpenghasilan tetap. Grameen Bank merancang kredit mikro berbasis kepercayaan bukan kontrak legal. Konkretnya, peminjam diminta membuat kelompok yang terdiri dari lima orang dengan satu pemimpin. Pinjaman diberikan secara berurutan dengan catatan orang kedua baru bisa meminjam setelah pinjaman orang pertama dikembalikan. Pembayaran pinjaman yang dilakukan Grameen Bank diberikan kepada suatu kelompok miskin dan pembayarannya juga melalui kelompok itu. Jika terdapat nasabah yang tidak mampu membayar, maka teman dalam satu kelompoknya harus membantu supaya orang tersebut mampu membayar. Selain itu, kelompok peminjam dituntut membuat pelbagai agenda sosial yang bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya.Ada kombinasi antara modal uang dan modal sosial. Dengan menerapkan modal sosial ini, pengembalian utang kepada Grameen Bank bisa mencapai 99%.
Demi keberlanjutan antargenerasi, Grameen Bank memfokuskan pinjaman pada perempuan. Ada dua misi dari aksi ini: Pertama, pemberdayaan perempuan dengan meningkatkan posisi tawar mereka, baik di ruang privat maupun publik. Kedua, peningkatan kualitas hidup anak. Riset membuktikan, peningkatan ekonomi perempuan berbanding lurus dengan tingkat pendidikan dan kesehatan anak. Pemberdayaan ekonomi perempuan berhubungan langsung dengan turunnya angka kematian bayi dan malnutrisi.
Grameen Bank di Bangladesh memiliki 1.181 cabang, bekerja di 42.127 desa, didukung 11.777 staf, menyalurkan kredit sebanyak $3,9 miliar kepada 2,6 juta debitur yang 95% perempuan. Model Grameen Bank direplikasi oleh lebih 250 lembaga keuangan mikro di hampir 100 negara. Prinsip Grameen Bank patut ditimbang sebagai satu alternatif metodologis dalam mengentaskan kemiskinan dan hal ini menjadi inspirasi dalam meningkatkan kemandirian usaha mikro di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar