Air adalah sumber kehidupan. Semua makhluk hidup -manusia, hewan dan tumbuhan- bisa hidup di bumi karena air dan udara yang ada di planet biru ini.
Begitu pentingnya air bagi kehidupan. Bahkan 70 persen tubuh manusia terdiri atas air. Kekurangan air bisa menyebabkan dehidrasi yang berakibat fatal bagi tubuh.
Melihat pentingnya air bagi kehidupan, maka menjaga kebersihan dan eksistensi sumber-sumber air adalah kebutuhan manusia. Namun, kondisi sumber air seperti sungai saat ini sudah sangat memprihatinkan karena sudah tercemar.
Menurut pantauan Kementerian Lingkungan Hidup pada 2012 terhadap 411 titik pantau di 52 sungai strategis nasional yang ada di 33 provinsi, 75,25 persen titik pantau sungai memiliki status tercemar berat, 22,52 persen titik tercemar sedang dan 1,73 persen tercemar ringan.
Yang memprihatinkan, hanya 0,49 persen persen titik pantau yang masih memenuhi kualitas mutu air kelas II. Sudah tidak ada air dari 52 sungai tersebut yang memenuhi kualitas mutu air kelas I, yaitu bisa langsung dikonsumsi tanpa dimasak.
Jumlah titik pantau sungai tercemar berat tertinggi ada di Jawa, yaitu 94 titik. Titik pantau sungai dengan skor tinggi sebagai indikator tercemar berat adalah Sungai Ciliiwung (DKI Jakarta) dan Sungai Citarum (Jawa Barat).
Peningkatan Pantauan Sungai Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Pengembangan Sarana Teknis Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas Henry Bastaman mengatakan pemantauan kualitas air merupakan upaya menyelamatkan air. Pemantauan kualitas air boleh dikatakan sebagai upaya untuk menyelamatkan air dari degradasi kualitas dan kuantitasnya.
"Untuk mewujudkan kualitas air yang bersih dan sehat melalui pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran, diperlukan data hasil pemantauan yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan hukum," katanya.
Menurut Henry, hal itu perlu dilaksanakan bersama karena air untuk kehidupan umat manusia sehingga menjadi tanggung jawab besar bersama.
"Di berbagai daerah, kelangkaan air terjadi. Sumber air kian langka meskipun negeri kita adalah negara tropis dengan curah hujan tinggi. Kita harus waspada dengan isu mengenai air," katanya.
Henry mengatakan pencemaran merupakan ancaman serius bagi ketersediaan air di masa sekarang dan masa depan. Sumber daya air saat ini sudah mencapai tingkat kritis.
"Kita perlu merenungkan kembali penyusunan tata ruang supaya keseimbangan alam tetap terjaga dengan berkaca pada pembangunan yang selama ini kita lakukan," ujarnya.
Untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas pemantauan air sungai, pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup menggelontorkan dana dekonsentrasi kepada pemerintah provinsi.
"Sejak pelaksanaan dekonsentrasi pada 2008, kapasitas dan kemampuan pemantauan air oleh provinsi terhadap 52 sungai di Indonesia semakin meningkat," kata Henry.
Henry mengatakan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, KLH memandang perlu adanya dekonsentrasi bidang lingkungan hidup kepada gubernur.
"Gubernur selaku wakil pemerintah menerima dana dekonsentrasi dari APBN dengan harapan adanya sinergitas pemantauan sungai dan mempertajam data pemantauan kualitas air sungai dapat berkesinambungan," ujarnya.
Henry mengatakan meskipun kapasitas dan kemampuan pemantauan Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) provinsi sudah semakin meningkat, tetapi kualitas air sungai masih rendah.
"Tingkat pencemaran air sungai terutama dari limbah domestik masih tinggi. Sebab, meskipun air sungai dipantau terus, tingkat pencemarannya juga masih tinggi," katanya.
Menurut Henry, dekonsentrasi lingkungan hidup, termasuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan pengawasan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), diharapkan dapat membantu meningkatkan kapasitas daerah dalam menyelesaikan permasalahan dan pengelolaan lingkungan.
"Kegiatan mengoordinasi bukanlah pekerjaan mudah. Perlu konsistensi dan komitmen yang telah disepakati bersama. Komunikasi dan koordinasi sangat berperan untuk mencapai tujuan tersebut," katanya.
Karena kompleksitas permasalahan, kata Henry, pengelolaan kualitas air tidak dapat dipikul sendiri oleh KLH. Karena itu, perlu ada upaya untuk menumbuhkan kesadaran dan peran aktif masyarakat dalam upaya pengendalian pencemaran air melalui kampanye hidup sehat.
"Masyarakat perlu diberi kesadaran bahwa sungai bukanlah tong sampah besar," ujarnya.
Peningkatan Kualitas Data Pada Rapat Kerja Teknis Teknis Nasional Pemantauan Kualitas Air Sungai di Mamuju, Sulawesi Barat yang dilaksanakan akhir Maret 2013, dihasilkan empat rumusan yaitu peningkatan kualitas data hasil pemantauan, peningkatan kualitas pelaksanaan pemantauan kualitas air 2013 dan sasaran sungai dan peningkatan komitmen pemantauan kualitas air sungai.
"Rakernis ini merupakan wahana untuk meningkatkan kualitas data dan pelaporan dalam pemantauan kualitas air sungai. Data yang dihasilkan harus sahih dan dapat dipertanggungjawabkan," kata Henry Bastaman.
Henry mengatakan data yang diperoleh melalui pemantauan kualitas air sungai harus dipublikasikan kepada publik supaya masyarakat tahu kondisi air sungai di Indonesia.
Namun, yang paling penting, kata Henry, data pemantauan kualitas air sungai juga akan menjadi landasan para pengambil kebijakan terkait dengan tata ruang dang pengelolaan lingkungan.
"Meskipun belum bisa mencerminkan kondisi sungai secara keseluruhan, tetapi setidaknya kita tahu bahwa ada sungai yang sudah tercemar. Namun, masyarakat harus diberikan informasi yang rinci termasuk mengenai titik pantau yang dipilih," tuturnya.
Henry mengatakan kapasitas dan kemampuan pemantauan air sungai akan terus ditingkatkan dengan sumber daya dan dana yang ada. Menurut dia, memang sulit untuk memantau seluruh sungai yang ada.
"Bahkan Amerika Serikat saja juga tidak bisa memantau seluruh sungai yang mereka miliki," ujarnya.
Lingkungan dan Pembangunan Meskipun kebutuhan air bersih sangat tinggi, tetapi masyarakat dan pemerintah masih memiliki kesadaran yang kurang dalam menjaga dan melestarikan kebersihan sungai. Dalam pembangunan, lingkungan sering harus dikorbankan demi peningkatan perekonomian.
Padahal, menurut Henry, pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan bisa berjalan beriringan.
"Contohnya adalah Provinsi Sulawesi Barat yang pertumbuhan ekonominya tertinggi nasional, yaitu 10,49 persen, tetapi kondisi lingkungan terutama kualitas air sungainya masih sangat baik," katanya.
Kenyataan di Sulawesi Barat itu, kata Henry, mematahkan paradigma bahwa upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi tidak bisa berjalan beriringan dengan pelestarian lingkungan.
Sementara itu, Wakil Gubernur Sulawesi Barat Aladin S Menggang mengatakan ada kecenderungan penurunan tingkat pencemaran air sungai di Sulawesi Barat sejak dilakukan pemantauan pada 2009.
"Berdasar data pantauan sejak 2009, Sungai Lariang, Sungai Mamasa dan Sungai Mapili memperlihatkan kecenderungan penurunan tingkat pencemaran dan memenuhi syarat untuk peruntukan air kelas II," kata Aladin S Menggang di Mamuju, Selasa.
Selain penurunan tingkat pencemaran air, Aladin mengatakan ketiga sungai tersebut juga dapat difungsikan sebagai sarana dan prasarana rekreasi, budidaya perikanan dan irigasi pertanian.
Menurut Aladin, khusus Sungai Sangngora yang merupakan anak Sungai Mamasa, hasil analisis sampel air menunjukkan masih layak sebagai air minum tanpa proses pengolahan terlebih dahulu.
Selain itu, Aladin mengatakan ada kecenderungan penurunan tingkat pencemaran air sungai di Sulawesi Barat sejak dilakukan pemantauan pada 2009.
"Berdasar data pantauan sejak 2009, Sungai Lariang, Sungai Mamasa dan Sungai Mapili memperlihatkan kecenderungan penurunan tingkat pencemaran dan memenuhi syarat untuk peruntukan air kelas II," katanya.
Selain penurunan tingkat pencemaran air, dia mengatakan ketiga sungai tersebut juga dapat difungsikan sebagai sarana dan prasarana rekreasi, budidaya perikanan dan irigasi pertanian.
"Dengan pemantauan ini, semoga dapat menjadi pertimbangan bagi semua pemangku kepentingan untuk melestarikan dan mengendalikan pencemaran air sungai," tuturnya.
Begitu pentingnya air bagi kehidupan. Bahkan 70 persen tubuh manusia terdiri atas air. Kekurangan air bisa menyebabkan dehidrasi yang berakibat fatal bagi tubuh.
Melihat pentingnya air bagi kehidupan, maka menjaga kebersihan dan eksistensi sumber-sumber air adalah kebutuhan manusia. Namun, kondisi sumber air seperti sungai saat ini sudah sangat memprihatinkan karena sudah tercemar.
Menurut pantauan Kementerian Lingkungan Hidup pada 2012 terhadap 411 titik pantau di 52 sungai strategis nasional yang ada di 33 provinsi, 75,25 persen titik pantau sungai memiliki status tercemar berat, 22,52 persen titik tercemar sedang dan 1,73 persen tercemar ringan.
Yang memprihatinkan, hanya 0,49 persen persen titik pantau yang masih memenuhi kualitas mutu air kelas II. Sudah tidak ada air dari 52 sungai tersebut yang memenuhi kualitas mutu air kelas I, yaitu bisa langsung dikonsumsi tanpa dimasak.
Jumlah titik pantau sungai tercemar berat tertinggi ada di Jawa, yaitu 94 titik. Titik pantau sungai dengan skor tinggi sebagai indikator tercemar berat adalah Sungai Ciliiwung (DKI Jakarta) dan Sungai Citarum (Jawa Barat).
Peningkatan Pantauan Sungai Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Pengembangan Sarana Teknis Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas Henry Bastaman mengatakan pemantauan kualitas air merupakan upaya menyelamatkan air. Pemantauan kualitas air boleh dikatakan sebagai upaya untuk menyelamatkan air dari degradasi kualitas dan kuantitasnya.
"Untuk mewujudkan kualitas air yang bersih dan sehat melalui pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran, diperlukan data hasil pemantauan yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan hukum," katanya.
Menurut Henry, hal itu perlu dilaksanakan bersama karena air untuk kehidupan umat manusia sehingga menjadi tanggung jawab besar bersama.
"Di berbagai daerah, kelangkaan air terjadi. Sumber air kian langka meskipun negeri kita adalah negara tropis dengan curah hujan tinggi. Kita harus waspada dengan isu mengenai air," katanya.
Henry mengatakan pencemaran merupakan ancaman serius bagi ketersediaan air di masa sekarang dan masa depan. Sumber daya air saat ini sudah mencapai tingkat kritis.
"Kita perlu merenungkan kembali penyusunan tata ruang supaya keseimbangan alam tetap terjaga dengan berkaca pada pembangunan yang selama ini kita lakukan," ujarnya.
Untuk meningkatkan kemampuan dan kapasitas pemantauan air sungai, pemerintah pusat melalui Kementerian Lingkungan Hidup menggelontorkan dana dekonsentrasi kepada pemerintah provinsi.
"Sejak pelaksanaan dekonsentrasi pada 2008, kapasitas dan kemampuan pemantauan air oleh provinsi terhadap 52 sungai di Indonesia semakin meningkat," kata Henry.
Henry mengatakan mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, KLH memandang perlu adanya dekonsentrasi bidang lingkungan hidup kepada gubernur.
"Gubernur selaku wakil pemerintah menerima dana dekonsentrasi dari APBN dengan harapan adanya sinergitas pemantauan sungai dan mempertajam data pemantauan kualitas air sungai dapat berkesinambungan," ujarnya.
Henry mengatakan meskipun kapasitas dan kemampuan pemantauan Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) provinsi sudah semakin meningkat, tetapi kualitas air sungai masih rendah.
"Tingkat pencemaran air sungai terutama dari limbah domestik masih tinggi. Sebab, meskipun air sungai dipantau terus, tingkat pencemarannya juga masih tinggi," katanya.
Menurut Henry, dekonsentrasi lingkungan hidup, termasuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan pengawasan analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal), diharapkan dapat membantu meningkatkan kapasitas daerah dalam menyelesaikan permasalahan dan pengelolaan lingkungan.
"Kegiatan mengoordinasi bukanlah pekerjaan mudah. Perlu konsistensi dan komitmen yang telah disepakati bersama. Komunikasi dan koordinasi sangat berperan untuk mencapai tujuan tersebut," katanya.
Karena kompleksitas permasalahan, kata Henry, pengelolaan kualitas air tidak dapat dipikul sendiri oleh KLH. Karena itu, perlu ada upaya untuk menumbuhkan kesadaran dan peran aktif masyarakat dalam upaya pengendalian pencemaran air melalui kampanye hidup sehat.
"Masyarakat perlu diberi kesadaran bahwa sungai bukanlah tong sampah besar," ujarnya.
Peningkatan Kualitas Data Pada Rapat Kerja Teknis Teknis Nasional Pemantauan Kualitas Air Sungai di Mamuju, Sulawesi Barat yang dilaksanakan akhir Maret 2013, dihasilkan empat rumusan yaitu peningkatan kualitas data hasil pemantauan, peningkatan kualitas pelaksanaan pemantauan kualitas air 2013 dan sasaran sungai dan peningkatan komitmen pemantauan kualitas air sungai.
"Rakernis ini merupakan wahana untuk meningkatkan kualitas data dan pelaporan dalam pemantauan kualitas air sungai. Data yang dihasilkan harus sahih dan dapat dipertanggungjawabkan," kata Henry Bastaman.
Henry mengatakan data yang diperoleh melalui pemantauan kualitas air sungai harus dipublikasikan kepada publik supaya masyarakat tahu kondisi air sungai di Indonesia.
Namun, yang paling penting, kata Henry, data pemantauan kualitas air sungai juga akan menjadi landasan para pengambil kebijakan terkait dengan tata ruang dang pengelolaan lingkungan.
"Meskipun belum bisa mencerminkan kondisi sungai secara keseluruhan, tetapi setidaknya kita tahu bahwa ada sungai yang sudah tercemar. Namun, masyarakat harus diberikan informasi yang rinci termasuk mengenai titik pantau yang dipilih," tuturnya.
Henry mengatakan kapasitas dan kemampuan pemantauan air sungai akan terus ditingkatkan dengan sumber daya dan dana yang ada. Menurut dia, memang sulit untuk memantau seluruh sungai yang ada.
"Bahkan Amerika Serikat saja juga tidak bisa memantau seluruh sungai yang mereka miliki," ujarnya.
Lingkungan dan Pembangunan Meskipun kebutuhan air bersih sangat tinggi, tetapi masyarakat dan pemerintah masih memiliki kesadaran yang kurang dalam menjaga dan melestarikan kebersihan sungai. Dalam pembangunan, lingkungan sering harus dikorbankan demi peningkatan perekonomian.
Padahal, menurut Henry, pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan bisa berjalan beriringan.
"Contohnya adalah Provinsi Sulawesi Barat yang pertumbuhan ekonominya tertinggi nasional, yaitu 10,49 persen, tetapi kondisi lingkungan terutama kualitas air sungainya masih sangat baik," katanya.
Kenyataan di Sulawesi Barat itu, kata Henry, mematahkan paradigma bahwa upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi tidak bisa berjalan beriringan dengan pelestarian lingkungan.
Sementara itu, Wakil Gubernur Sulawesi Barat Aladin S Menggang mengatakan ada kecenderungan penurunan tingkat pencemaran air sungai di Sulawesi Barat sejak dilakukan pemantauan pada 2009.
"Berdasar data pantauan sejak 2009, Sungai Lariang, Sungai Mamasa dan Sungai Mapili memperlihatkan kecenderungan penurunan tingkat pencemaran dan memenuhi syarat untuk peruntukan air kelas II," kata Aladin S Menggang di Mamuju, Selasa.
Selain penurunan tingkat pencemaran air, Aladin mengatakan ketiga sungai tersebut juga dapat difungsikan sebagai sarana dan prasarana rekreasi, budidaya perikanan dan irigasi pertanian.
Menurut Aladin, khusus Sungai Sangngora yang merupakan anak Sungai Mamasa, hasil analisis sampel air menunjukkan masih layak sebagai air minum tanpa proses pengolahan terlebih dahulu.
Selain itu, Aladin mengatakan ada kecenderungan penurunan tingkat pencemaran air sungai di Sulawesi Barat sejak dilakukan pemantauan pada 2009.
"Berdasar data pantauan sejak 2009, Sungai Lariang, Sungai Mamasa dan Sungai Mapili memperlihatkan kecenderungan penurunan tingkat pencemaran dan memenuhi syarat untuk peruntukan air kelas II," katanya.
Selain penurunan tingkat pencemaran air, dia mengatakan ketiga sungai tersebut juga dapat difungsikan sebagai sarana dan prasarana rekreasi, budidaya perikanan dan irigasi pertanian.
"Dengan pemantauan ini, semoga dapat menjadi pertimbangan bagi semua pemangku kepentingan untuk melestarikan dan mengendalikan pencemaran air sungai," tuturnya.
0 komentar:
Posting Komentar